Tradisi Megebeg-gebegan: Sejarah, Keunikan, dan Prosesinya
Bali menawarkan keindahan yang tidak mudah ditemukan di daerah-daerah lainnya. Selain destinasi wisata yang menakjubkan, ada juga tradisi unik yang rutin diselenggarakan masyarakat. Salah satunya yaitu tradisi Megebeg-gebegan yang turun-temurun diselenggarakan masyarakat Buleleng, Bali. Penasaran? Simak artikel ini!
Apa Itu Tradisi Megebeg-gebegan?
Megebeg-gebegan merupakan tradisi berupa ritual agama Hindu yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Pakraman Dharma Jati, Buleleng, Bali. Upacara yang dilakukan sangat unik. Pasalnya pemuda desa atau sekaa teruna akan memperebutkan kepala anak sapi yang dikenal dengan nama godel.
Godel atau anak sapi tersebut digunakan sebagai sarana menggelar upacara sesajen atau persembahan saat ritual mecaru. Mecaru akan diselenggarakan pada hari Pengerupukan atau sehari sebelum Hari Raya Nyepi.
Penyelenggaraan Ritual Bhuta Yadnya berupa pecaruan Tawur Agung Kesanga bukan tanpa alasan. Tujuan utamanya yaitu menyeimbangkan antara bhuana agung (alam semesta) dan bhuana alit (alam kecil) sehingga harmonis dan terjaga.
Sejarah Megebeg-gebegan
Apakah Anda penasaran mengapa tradisi Megebeg-gebegan menggunakan anak sapi atau godel? Penggunaan godel tersebut memiliki sejarah yang cukup mendalam. Sehingga, penduduk desa wajib menyelenggarakannya menggunakan godel setiap tahun.
Di masa lalu, desa Dharma Jati di Buleleng mengalami masalah serius yang membuat semua warga menjadi resah. Kesehatan dan perekonomian yang memburuk membuat masyarakat kebingungan. Apalagi mereka juga takut jika kondisinya semakin parah.
Keresahan warga semakin memuncak setelah terjadinya kondisi tak biasa. Salah satunya yaitu air sungai yang awalnya tenang tiba-tiba naik ke atas permukaan hingga menyentuh daratan. Hal tersebut tentu saja membuat masyarakat panik karena takut airnya sampai ke pemukiman.
Selain itu, ada banyak hama seperti tikus dan wereng yang mengganggu tanaman sehingga menyebabkan gagal panen. Setelah kejadian-kejadian tersebut, masyarakat akhirnya mendapatkan saran dari sesepuh untuk melakukan ritual setelah mencari petunjuk.
Petunjuk yang didapatkan para sesepuh yaitu penyelenggaraan pecaruan di sasih kesanga atau bulan kesembilan menggunakan sanak sapi. Anak sapi tersebut merupakan simbol dari bhuta kala.
Keunikan Megebeg-gebegan
Megebeg-gebegan merupakan tradisi yang sangat unik dan menarik. banyak nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya. Seperti hal twttwa, upacara, etika, estetika, sosial budaya, dan juga kebersamaan.
Pemangku Kahyangan Tiga akan memimpin upacara pada Megebeg-gebegan. Hal tersebut menjadi salah satu media untuk menyampaikan pesan keagamaan. Pasalnya, ialah bhuta yadya bagi masyarakat desa.
Setelah diselenggarakan upacara pecaruan, para pemuda atau sekaa teruna di empat banjar akan memperebutkan daging godel sebagai simbol bhuta kala. Inilah yang menjadi keunikan utama dari tradisi Megebeg-gebegan.
Daging godel yang didapatkan selanjutnya dibawa pulang untuk disantap bersama keluarga. Sementara caru biasanya akan dibuang setelah proses upacara selesai.
Prosesi Tradisi Megebeg-gebegan
Ada empat prosesi Megebeg-gebegan yaitu sebagai berikut:
1. Ngaturang Piuning
Ngaturang piuning atau memohon izin pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa untuk melaksanakan tradisi Megebeg-gebegan. Biasanya, prosesi diselenggarakan di Pura Kahyangan Tiga, Pura Tegal Penangsaran, Pura Tirta, dan Pura Beji. Ngaturang Piuning juga menjadi bukti kesungguhan hati dan terima kasih.
2. Mapepade
Mapepade merupakan prosesi yang dilakukan sebelum menyembelih godel. Tempat prosesi yaitu di perempatan agung (catus pata). Peserta akan mengelilingi pelinggih taksu gede hingga sebanyak tiga kali. Konsep yang digunakan adalah murwa daksina yaitu bergerak menuju ke atas atau lebih tinggi.
3. Persembahyangan di Pura Dalem
Persembahyangan di pura dalem umumnya diselenggarakan di sore hari sekitar jam 16.00 WITA. Tanda persembahyangan dimulai yaitu suara kulkul yang berbunyi. Saat akan bersembahyang, warga akan membawa banten berisi nasi selem dan danyuh atau daun kelapa kering.
4. Pecaruan
Terakhir, prosesi pecaruan yang dilakukan di perempatan agung (catus pata). Biasanya prosesi ini diselenggarakan pada pukul 18.00 WITA. Masyarakat wajib menyiapkan sarana lengkap untuk pecaruan. Pecaruan termasuk prosesi utama dari Megebeg-gebegan.
Sudah paham apa itu tradisi Megebeg-gebegan di Bali? Sangat menarik bukan. Anda yang tertarik untuk melihatnya secara langsung bisa berkunjung ke Buleleng. Namun pastikan memang ada penyelenggaraan Megebeg-gebegan sebelum ke sana. Tidak hanya tradisi ini, Buleleng juga memiliki banyak tradisi lain yang menarik. Semoga bermanfaat!