Notifikasi

Loading…

Tradisi Ngusaba Bukakak di Sangsit yang Penuh Makna

Sangsit merupakan nama sebuah desa yang berada di Buleleng, Bali. Jika dari pusat kota Denpasar, maka Anda perlu berkendara cukup jauh lebih dari 2 jam. Namun daya tarik desa Sangsit bisa menambah wawasan Anda. Apalagi ada tradisi Ngusaba Bukakak di Sangsit yang sangat populer. Penasaran? Berikut informasi mengenai Ngusaba Bukakak.

Apa Itu Tradisi Ngusaba Bukakak di Sangsit

Tradisi Ngusaba Bukakak di Sangsit yang Penuh Makna

Ngusaba Bukakak merupakan salah satu tradisi yang secara turun temurun diselenggarakan oleh masyarakat Desa Pakraman Sangsit Dangin Yeh, Buleleng, Bali. Pada umumnya tradisi diselenggarakan sebanyak dua tahun sekali. Namun ada juga yang menyelenggarakannya satu tahun sekali. 

Waktu penyelenggaraannya yaitu pada Rahinan Purnama Sasih Kadasa. Selain desa Sangsit, masyarakat desa Giri Emas juga masih melestarikan tradisi Ngusaba Bukakak. 

Krama atau masyarakat Bali asli akan membuat pelinggih bukakak yang disebut saradageng. Semua masyarakat mengikuti tradisi Ngusaba Bukakak mulai dari anak-anak sampai dengan orang dewasa.

Saradageng yang dibuat menyerupai burung garuda atau paksi. Bahannya yaitu bambu atau daun enau muda. Kemudian ada hiasan bunga sepatu atau bunga pucuk bang yang menjadi ciri khas. 

Sejarah Tradisi Ngusaba Bukakak

Berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat, tradisi Ngusaba Bukakak di Sangsit sudah ada sejak Kerajaan Daha Panjalu. Kerajaan tersebut dipimpin oleh Raja Sri Aji Jaya Pangus sekitar tahun 1181 Masehi sampai dengan 1193 Masehi.

Raja Jaya Pangus penganut sekta Wisnu didukung oleh wangsa Siwa Shambu yaitu masyarakat Sangsit. Raja menyebarkan ajaran memakai konsep Dwi Tunggal yang menyatukan sekta Wisnu dan Siwa. 

Simbol yang digunakan dalam penyatuan tersebut yaitu pemujaan Nandi Garuda dalam bahasa Bali Kuno disebut Bukakak. Selanjutnya, Wisnu memiliki simbol burung Garuda yang mengepakkan sayap.

Makna dan Tujuan Tradisi Ngusaba Bukakak

Berdasarkan sejarahnya, tradisi Ngusaba Bukakak memiliki makna dan tujuan tersendiri. Tujuan utamanya yaitu mengucapkan rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sebagai dewi kesuburan, tentu saja kesuburan tanah dan hasil panen melimpah patut untuk disyukuri.

Selain itu, makna dari Ngusaba Bukakak yaitu simbol perpaduan antara sekta Siwa, Wisnu, dan Sambhu. Sebagai sarana yang diletakkan dalam bukakak adalah seekor babi yang diguling sebagian tubuhnya.

Bagian babi yang diguling adalah punggungnya, sementara bagian bawah mentah saja. Jadi, babi tersebut memiliki tiga warna atau Tridatu yaitu merah (bagian matang), hitam (bagian dengan bulu), putih (bagian mentah yang bulunya dihilangkan).  

Rangkaian Prosesi Ngusaba Bukakak

Prosesi Ngusaba Bukakak dimulai dengan upacara mesucian di Pura Pancoran Emas. Bukakak atau sarad ageng akan dibuat pada bagi hari penyelenggaraan prosesi Ngusaba Bukakak. Jika sudah selesai, krama akan berkumpul di Pura Pasek atau Pura Subak untuk memulai rangkaian prosesi.

Krama atau warga yang membawa bukakak atau sarad ageng harus yang sudah dewasa. Mereka memakai pakaian putih merah. Sementar akrama remaja membawa atau mengusung sarad alit dengan pakaian putih kuning. 

Jika sudah melangsungkan mesucian di Pura Pancoran Emas, para krama akan kembali ke Pura Subak. Krama dewasa akan membawa pelinggih sarad ageng ke Pura Gunung Sekar. Selanjutnya yang unik, krama akan berlari dari atas ke tempat berikutnya. Terakhir mereka membawa pelinggih sarad ageng ke Pura Segara Giri Emas. 

Daya Tarik Ngusaba Bukakak di Sangsit

Ada beberapa daya tarik Ngusaba Bukakak di Sangsit Bali, berikut di antaranya:

1. Babi Setengah Matang

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pada tradisi Ngusaba Bukakak akan ada babi setengah matang. Babi tersebut menjadi faktor yang sangat penting. 

Bukan babi biasa, babi yang digunakan tidak boleh cacat secara fisik. Bahkan bagian bulunya harus berwarna full hitam. Tidak boleh ada warna lain selain hitam pada babi yang dipilih. 

2. Lawar Guntung

Dalam tradisi Ngusaba Bukakak, ada yang namanya lawar guntung. Babi terpilih akan dibawa ke pura, kemudian melakukan prosesi sembahyang. Baru setelah itu, masyarakat yang bertugas boleh mengolah babi. 

Lawar guntung dibuat menggunakan bumbu jangkep. Bahkan juru masaknya harus berstatus patus. Sementara lauk untuk lawar gunung adalah babi setengah matang. Anda hanya bisa menemukan lawar pada prosesi Ngusaba Bukakak saja. 

Demikianlah informasi dan pengetahuan tambahan mengenai tradisi Ngusaba Bukakak di Sangsit Bali. Makna yang terkandung di dalamnya bisa menjadi pelajaran untuk selalu bersyukur. Melestarikan tradisi nenek moyang juga menjadi kewajiban untuk generasi penerus. Mempelajari tradisi menjadi salah satu cara untuk melestarikannya. Semoga bermanfaat!

Post a Comment