Notifikasi

Loading…

Makna Menggunakan Arak dan Berem Dalam Persembahan

Makna Menggunakan Arak dan Berem Dalam Persembahan

Dalam setiap persembahyangan umat Hindu, khususnya saat menghaturkan segehan tentunya menggunakan arak berem sebagai tetabuhan (petabuhan). Dimana makna dari Arak/Tuak Berem dalam persembahyangan, upacara yadnya dan tetandingan banten umat Hindu Bali adalah sebagai sarana pengastawa dengan simbol Ang Ah.

Bagi umat Hindu Bali yang belum memiliki kewenangan “Nganteb” banten dengan “Pengastawa” sebagaimana layaknya seorang pemangku, bukan berarti tidak ada cara nganteb yang diperbolehkan. Bagi orang awam tentu saja agak kesulitan untuk ngastawa mempergunakan puja mantra, tetapi bisa dilakukan dengan nyanyian pemujaan seperti kidung wargasari dan lain-lain.

Ada juga menggunakan simbol-simbol seperti melakukan “tetabuhan arak-berem”.

Kenapa menggunakan Arak dan Berem? Kenapa tidak memakai yang lain? Kadang-kadang memakai simbol ini pun warga Hindu Bali banyak yang belum memahaminya. Berikut ini penjelasan tentang maksud dan makna arak berem.

Mantra Pengastawa Sehubungan dengan “Utpeti”, “Stiti”, dan “Pralina”
Arak merupakan simbol dari aksara suci “Ah-kara”, sedangkan berem adalah simbol dari aksara suci “Ang-kara”. Hal ini terkai mantra pengastawa sehubungan dengan “Utpeti”, “Stiti”, dan “Pralina” dengan menggunakan dasar dari sastra Rwa Bhineda sebagai berikut;

1. Utpeti (Pengastawa/Ngajum/Puja)

Yang dimaksud dengan Utpeti adalah memohon kehadapan Sang Hyang Widhi agar Beliau berkenan kontak dengan manusia melalui manifestasi Nya sesuai dengan fungsi Nya, untuk menyaksikan persembahan dari pemuja Nya berdasarkan keyakinan dan kekuatan magis dari upacara Bija Mantra seperti “Ang… Ah”.

Dalam hal ngastawa mempergunakan sarana (simbul) maka kalau metabuh dalam tujuan ngastawa harus mengikuti urutan Berem (Ang) dahulu, kemudian dilanjutkan dengan Arak (Ah).

2. Stiti (Ngadegang)

Yang dimaksud adalah menstanakan Beliau, dalam imajinasi seolah-olah Beliau telah duduk pada stana Nya, telah siap menerima dan menyaksikan persembahan pemuja Nya. Maka pada saat inilah kita melakukan persembahyangan kepada Sang Hyang Widhi Wasa beserta seluruh manifestasi Nya.

3. Pralina (Ngamantukang)

Pengertiannya adalah menghaturkan persembahan untuk memohon agar Beliau berkenan kembali ke Kahyangan (kembali pada keheningan Nya), karena acara persembahyangan pemuja Nya telah selesai. Dalam hal ini mempergunakan sarana maka kalau metabuh dalam tujuan pralina harus mengikuti urutan Arak (Ah) dahulu, kemudian dilanjutkan dengan Berem (Ang).

Penggunaan Arak Berem

Arak merupakan simbol dari aksara suci “Ah-kara”, sedangkan berem adalah simbol dari aksara suci “Ang-kara”. Dalam menghaturkan “Segehan”, letakkan segehan di posisi yang seharusnya, kemudian ngastawa (Berem-Arak), lalu “ketis” toyo ening, kemudian “ayab” dan
terakhir pralina (Arak-Berem).

Sehingga dalam mesegehan pun telah terlaksana Utpeti-Stiti-Pralina. Dalam mesegehan sesuaikan warna nasi kepelnya dengan arah mata angin (Putih-Timur, Merah-Selatan, Kuning-Barat, Hitam-Utara dan Brumbun (campuran keempat warna)-Tengah).

Demikian ulasan singkat tentang makna Arak-Berem untuk dipahami, sehingga tidak lagi berpikir bahwa arak itu untuk minuman Bhuta Kala. Semoga secara bertahap kita bertambah pengetahuan dan pemahaman tentang makna filosofi yang disampaikan setiap banten (sesajian) yang kita haturkan kepada Hyang Widhi.

Semoga bermanfaat...
Rahayu..