Notifikasi

Loading…

Konsep Tuhan Dalam Agama Hindu Bali




Kitab suci agama Hindu disebut “Weda” dalam literatur berbahasa Indonesia atau “Veda” dalam literatur berbahasa Inggris dan Sanskerta. Kata “Veda” adalah kata sanskerta yang berasal dari akar kata ‘Vid” yang berarti “untuk mengetahui; pengetahuan” (to know; knowledge). Untuk mengetahui apa dan pengetahuan tentang apakah kitab suci Weda? 

Kitab Weda berisi pengetahuan tentang Realitas Tertinggi (Agung) dan Absolut sehingga dengan demikian kitab suci Weda adalah merupakan teks manual untuk mengetahui Realitas Tertinggi dan Absolut. Dalam sastra Weda Realitas Tertinggi (Agung) dan Absolut disebut dengan banyak nama oleh kaum arif bijaksana/cendekia atau mereka yg sudah tercerahkan diantaranya yaitu Sat, Brahman, Siwa, Chit, Atman, Hridaya, dll. 

Namun dari sekian banyak nama, kata Brahman adalah yang populer dan paling sering disebut dalam kitab Upanisad.
Hal ini ditegaskan dalam salah satu sloka (ayat) Weda yang berbunyi “Ekam Sat Viprah Bahuda Vadhanti” yang berarti ‘Hanya ada satu Realitas Tertinggi dan Absolut namun orang bijaksana menyebutnya dengan banyak nama. 

Dalam bahasa theologi Indonesia Realitas Tertinggi dan Absolut ini disebut “Tuhan” atau “God” dalam bahasa Inggris. Bagi umat Hindu di Indonesia khususnya di Bali menyebutnya dengan kata “Sang Hyang Widhi Wasa.” Sang adalah kata ganti utk subyek yg mulia dan agung yang netral atau neuter (tidak bergender laki-laki atau perempuan). Hyang berarti yang maha tinggi/agung/mulia merujuk pada yg suci. 

Widhi berarti ‘mengetahui.” Wasa berarti esa atau tunggal. Jadi secara harfiah sebutan Tuhan dalam agama Hindu di Bali “Sang Hyang Widhi Wasa’ berarti “Dialah satu2nya yang maha mengetahui, atau Yang Maha Mengetahui adalah Tunggal. Dalam bahasa Indonesia sering disingkat dengan sebutan “Tuhan Yang Maha Esa.”

Secara umum kitab suci Weda dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian yg disebut dengan ‘Karma Kanda” yaitu kitab yg berisi doa-doa dan manual/panduan pelaksanaan upacara/ritual dan bagian yg disebut dengan ‘Jnana Kanda” yaitu kitab yg berisi filsafat/theologi atau pengetahuan tentang Brahman (Tuhan). Dalam agama hindu pengetahuan tentang Brahman (Tuhan) disebut “Brahmavidya.”

Bagian kitab Weda yang memuat pengetahuan tentang Brahmavidya disebut Upanisad. Oleh karena letaknya berada di bagian akhir dari Weda, kitab Upanisad disebut juga dengan “Vedanta”. Veda = Weda; anta= akhir. Jadi Vedanta berarti bagian akhir atau kesimpulan dari Weda. Selain kitab-kitab Upanisad, Brahmavidya juga bersumber dari kitab hindu lainnya yaitu Bhagavad Gita dan Brahmasutra.

Dalam sistem filsafat hindu yg dikenal dengan ‘Sad Dharsana” (6 sistem/sekolah filsafat hindu), sistem filsafat (school of thought) yang menjadikan ketiga kitab di atas yaitu Upanisad, Bhagavad Gita dan Brahmasutra sebagai sumber referensi utama atau fondasi (prastanatraya) dari konsep theologi hindu disebut filsafat ‘Vedanta” (Vedanta Philosophy).

Dalam filsafat Vedanta dikenal ada 2 konsep ketuhanan (theologi) yaitu aspek Tuhan yang lebih tinggi yg disebut Nirguna Brahman dan aspek Tuhan yg lebih rendah yg disebut Saguna Brahman.

Nirguna = nir (tanpa); guna (sifat-sifat materi yaitu satwik, rajasik, tamasik). Jadi Nirguna Brahman berarti Tuhan dalam aspeknya yang tanpa wujud (formless and atributeless), tanpa sifat-sifat (bebas dari triguna), netral (neuter), tanpa sifat-sifat antropomorfis. Tak terdefinisikan, tak terjangkau oleh pikiran/tak terbayangkan (acintya), tak terbatas oleh ruang dan waktu (infinite), tak berawal dan tak berakhir (eternal) atau kekal abadi (anadi ananta). Realitas tunggal dan absolut, tak ada yg kedua selain DIA (ekameva advityam brahman), dan merupakan satu-satunya substratum/fondasi yang menyangga dan menopang alam semesta. 

Semua yg ada di dunia tidak bisa ada/eksis tanpaNya. Seperti cinema dimana semua objek, adegan, dan fenomena dalam gambar yg kita lihat tidak akan bisa nampak (dilihat) tanpa adanya layar (screen). Eksistensi (wujud) dari Nirguna Brahman adalah hanya “Kesadaran Murni” (prajnanam) atau Pure Consciousness. 

Kesadaran Murni ini tidak bisa dilihat, diraba, dirasakan karena Ia bukanlah objek tapi merupakan esensi yg hakiki dari eksistensi alam semesta dan isinya (kita manusia adalah bagian dari alam semesta karenanya esensi kita yg hakiki adalah sama dg esensi alam semesta yaitu Brahman itu sendiri). Brahman yang bersemayam dalam diri setiap mahluk hidup termasuk manusia sebagai esensi atau “DIRI SEJATI” disebut “Atman.” Karena DIA bukanlah objek yg bisa dikenali (recognise) oleh panca indera dan pikiran maka DIA hanya bisa dialami langsung (anubhawa) sebagai “Kesadaran Murni.”
Brahman dalam aspeknya yg nirguna memiliki kekuatan (sakti) yang inheren atau intrinsik di dalam diriNya. Dengan saktiNya inilah tercipta alam semesta beserta isinya (nama dan rupa). 

Untuk melakukan fungsinya sebagai pencipta, pemelihara, dan pelebur alam semesta Brahman harus mengambil wujud tertentu. Misalnya mengambil wujud sebagai Dewa Brahma saat mencipta alam semesta, wujud Dewa Wisnu saat menjalankan fungsinya sebagai pemelihara alam semesta, dan wujud Dewa Siwa saat melebur dunia kembali kepada asalnya. 

Nama Brahma, Wisnu, Siwa, adalah penyebutan atau gelar yg diberikan oleh manusia kepada Tuhan yang satu sesuai dengan fungsi yg dijalankan. Ini tidak berarti ada 3 Tuhan yaitu Tuhan Brahma, Tuhan Wisnu, dan Tuhan Siwa. Semuanya merujuk pada satu entitas yaitu Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Kurang lebih sama dengan laki-laki yang disebut dan dipanggil sesuai dg fungsi/perannya. Misalnya laki-laki ini adalah seorang presiden. 

Di kantor oleh para menterinya Ia dipanggil bapak presiden. Di rumah Ia dipanggil ayah/papa/bapak oleh anak2nya atau Mas, Kakanda, Sayang oleh istrinya. Di rumah orangtuanya Ia mungkin dipanggil ‘nak’ oleh orangtuanya, atau mas/kakak/dik oleh saudara2nya.

Fungsi/peran tidak bisa lepas dari wujud dan sifat-sifat (guna/atribut). Oleh karena itu Tuhan yg pada hakekatnya tidak berwujud dan tak terbayangkan disimbolkan atau dipersonifikasikan dg wujud dan sifat-sifat rertentu sesuai dg peran dan fungsinya.Tuhan yang mengambil wujud tertentu untuk menjalankan fungsi dan perannya di dunia disebut Saguna Brahman. Sa=dengan/ber; guna=sifat-sifat (atribute). Wujud dan sifat yg dimaksud disini bukanlah wujud fisik/kasar melainkan metafisik. 

Misalnya sebagai pencipta Tuhan dipersonifikasikan sebagai Dewa Brahma dengan wujud sedemikian rupa. Demikian juga wujudNya sebagai Dewa Wisnu dan Dewa Siwa sebagai pemelihara dan pelebur alam semesta digambarkan/disimbolkan sedemikian rupa. Semua wujud personifikasi ini adalah imajinasi/kreasi dari pikiran untuk membayangkan yang ‘tak terbayangkan dan tak terpikirkan.” 

Selain 3 fungsi/peran utama Tuhan yg disebutkan di atas masih banyak lagi fungsi dan peran yg lain dan dipersonifikasikan dg simbol/lambang tertentu misalnya yaitu Dewi Saraswati, lambang atau personifikasi dari Tuhan dalam fungsi dan peranNya sebagai sumber ilmu pengetahuan (science) atau Dewi Laksmi, personifikasi Tuhan sebagai sumber kekayaan/kemakmuran. 

Semua wujud2 (personifikasi) Tuhan ini bersifat halus tidak berwujud kasar seperti badan kasar manusia dan bisa dilihat (vision of god) lewat bhakti (devotion) dan meditasi yg dalam serta intens. Semua yg berwujud termasuk wujud dan personifikasi Tuhan pun bisa hancur/hilang/lenyap kembali kepada aspeknya yg lebih tinggi dan eksis dalam esensinya yang hakiki yaitu Realitas Absolut (Brahman) yg adalah Nirguna (formless dan atributeless).

Konsep Saguna Brahman ini diterjemahkan oleh penganut hindu di Bali lewat seni dan budaya salah satunya adalah dalam bangunan tempat suci yg disebut ‘Pura.” 

Maka tidak heran tempat ibadah (Pura) di Bali selalu dihiasi dg ukiran/pahatan patung-patung yg melambangkan personifikasi Tuhan sesuai dg peran dan fungsinya. Bagi yang pernah berkunjung atau berlibur ke Bali pasti tidak asing dengan patung-patung Dewa Wisnu, Dewa Siwa, Dewi Laksmi, Dewi Saraswati, dll yg ada di Pura. Atau di Candi Prambanan yang dihiasi dg patung Dewi Durga.

Ini bukan berarti umat hindu menyembah patung. Patung-patung tsb hanyalah sebagai media untuk membantu konsentrasi saat sembahyang/berdoa kepada Tuhan yg bersifat metafisik dan transendental.
Post a Comment