Ngurek di Bali: Tradisi Ekstrim Nan Menegangkan Warisan Budaya
Pernahkah kamu mendengar kata “Debus”? Kata yang tidak asing untuk di dengar karena Debus menjadi salah satu kesenian yang mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa kebal dengan senjata, api, bahkan hal-hal lazim lainnya. Ekstrim bukan?
Jika Banten memiliki kesenian yang dinamakan dengan Debus, maka Bali juga memiliki tradisi yang ekstrim sekaligus menegangkan. Tradisi ini dinamakan dengan Ngurek atau Ngunying. Tradisi ini menjadi warisan budaya yang menusuk tubuh sendiri dengan sebuah keris. Tradisi yang membawa kita kepada sebuah makna dan filosofi antara keberanian, persembahan, menegangkan dan bahkan mistis.
Penasarankan dengan warisan budaya dari Bali yang menyerupai Debus ini! Mari telusuri lebih lanjut makna dibalik tradisi Ngurek ini!
Mengenal Lebih Dekat Sejarah Ngurek di Bali
Ngurek berasal dari sebuah kata yaitu “Urek” yang memiliki arti melobangi atau tusuk. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa tradisi Ngurek adalah melubangi atau menusuk bagian tubuh sendiri dengan keris, tombak bahkan alat tajam lainnya dalam kondisi kerasukan atau diluar kesadaran diri. Uniknya, kondisi seseorang yang mengalami kerasukan roh ini akan menjadi kebal. Sungguh perpaduan antara spiritual dan misteri bukan?
Tidak ada catatan pasti yang menunjukan sejarah Ngurek pada awalnya, namun masyarakat Bali percaya bahwa Ngurek sudah ada sejak zaman kerajaan. Menurut masyarakat Bali, Raja yang memimpin sebuah kerajaan tersebut mengadakan pesta yang tujuannya untuk ucapan rasa syukur dan menyenangkan hati para prajurit. Muncullah sebuah tari Ngurek yang menunjukan kesaktian para prajurit akan hiburan yang disajikan.
Pada awalnya, Ngurek dilakukan oleh pemangku adat namun pada saat sekarang ini, Ngurek bisa dilakukan oleh siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan. Namun, meski pelaksanaannya berbeda, Ngurek tetap dilaksanakan dengan suasana yang sama.
Makna Pelaksanaan Ngurek di Bali
Ngurek merupakan bagian dari ritual Yadnya atau sebuah pengorbanan yang tulus dan ikhlas dari seorang hamba kepada Tuhannya. Hal inilah yang diterapkan dalam ajaran Hindu. Ngurek nantinya akan menjadi persembahan dalam bentuk tari-tari yang intinya adalah mengorbankan diri dengan kerelaan ditikam untuk menunjukan kepatuhan kepada sang Tuhan.
Tradisi Ngurek sebagai bentuk menumpahkan darah sendiri ke bumi. Meskipun tanpacucuran darah yang menetes dari tubuh pengurek bukanlah halangan untuk meluapkan kerinduan kepada dewa yang disembahnya. Suasana kerauhan (trance) menjadikan batin berekspresi dengan leluasa dan jati diri pribadi melakukan kepasrahan total pada Sang Maha Pencipta..
Jika dipikir, menusuk badan dengan benda tajam akan menimbulkan rasa sakit, namun dalam Ngurek menusuk badan dengan senjata tajam tidak akan merasakan sakit atau terluka. Hal ini dikarenakan tingkat kesadarannya sudah tidak lagi tinggi, artinya seseorang tersebut sudah diluar kesadaran dirinya.
Pelaksanaan Tradisi Ngurek di Bali
Ngurek biasanya dilaksanakan atau ditampilkan sebagai bagian dari upacara keagamaan Hyang Widhi Wasa atau Dewa Yadnya. Namun, seiring berjalannya waktu, Ngurek disuguhkan sebagai atraksi pertunjukan yang masih menanamkan nilai-nilai spiritual.
Ngurek harus dilakukan oleh orang yang terjaga kesucian jasmani dan rohaninya. Jika suami-istri yang selesai berhubungan, maka perlu dilakukan ritual mandi di laut dalam upacara penyucian. Maka, semakin sering Ngurek dilaksanakan, maka kualitas dari kerasukan akan semakin bagus dan kebal.
Ngurek dimulai jika Pemangku Pengenter memukul tetabuhan untuk memohon izin kepada Idha Bhatara dalam keselamatan. Orang yang melakukan Ngurek disebut dengan Pepatih. Pada umumnya, gerakan yang dihasilkan pepatih setelah kerasukan ini akan tercermin dalam pribadinya. Biasanya, iringan Idha Bhatara ini yang ngelinggihin para Pepai dengan gerakan tersendiri, misal menusuk bagian perut, kening, wajah, kaki, bahkan dada. Semua tergantung kepada pribadi pepatih masing-masing.
Masyarakat Bali akan keluar dari Pura dalam kemudian mengelilingi wantilan (pendopo) pura sebanyak tiga kali. Setelah itu, pepatih akan mencapai titik spiritual yang tinggi dan siap melaksanakan Ngurek ini. untuk membantu pepatih agar kerasukan dilakukan beberapa proses seperi menyalakan kemenyan dan disusul dengan memainkan gamelan yang mengiringi tarian pepatih ini. Jika pepatih sudah mengalami kerasukan, maka tugas orang sekitar mengawasi, menjaga, dan apabila membantu para pepatih yang terjatuh atau bergerak berlebihan. Wah sungguh menarik bukan? Antara ekstrim dan takjub akan nilai budaya yang dimiliki Bali tentunya. Kamu patut untuk menyaksikan tradisi ini saat berkunjung ke Bali.
Jenis-Jenis Ngurek Bali
Ngurek Bali mempunyai jenis-jenisnya tersendiri berdasarkan kepada pelaksanaan dalam berbagai tempat di Bali.
- Ngurek Terpola, pelaksanaannya secara teratur dan terkendali dengan menggunakan keris, tombak dan lainnya. Ngurek Terpola ini bisa kamu temui di Upacara keagamaan Yadnya, misalnya Upacara Piodalan.
- Ngurek Tidak Terpola, pelaksanaanya tidak harus disaat upacara keagamaan Yadnya melainkan sesuai dengan kebutuhan.
- Ngurek untuk Pertunjukan, seiring dengan perkembangan zaman dan pulau Bali menjadi tempat wisatawan berkunjung, maka Ngurek ditampilkan untuk hiburan yang dikenal dengan Barong and Keris Dance. Dalam hal ini, para pepatih menggunakan jimat akan kekebalan dan mengatur teknik tertentu agar terkesan kerauhan sungguhan.
Wah, selain menjadi persembahan akan kebaktian kepada Tuhan, Ngurek menjadi warisan budaya yang dari generasi ke generasi terjaga kesakralannya. Tradisi ekstrim dan menegangkan penuh dengan makna dan nilai spiritual yang tinggi. Kamu patut untuk menyaksikan tradisi ini saat berkunjung ke Bali.