Notifikasi

Loading…

Mengenal Tajen Dan Sejarah Singkat Sabung Ayam di Bali


Mungkin anda sudah tidak asing lagi dengan istilah sabung ayam. Bagi anda yang belum mengetahuinya, sabung ayam merupakan permainan dimana dua ekor ayam jantan bertarung dalam satu arena kecil. Jika salah satu ayam keluar arena atau bahkan mati, maka ayam tersebut kalah.

Permainan sabung ayam digemari masyarakat di sejumlah daerah termasuk salah satunya di Bali. Namun Pulau Dewata memiliki istilah tersendiri yaitu Tajen.

Ternyata tajen sendiri sudah menjadi tradisi orang Bali sejak ratusan tahun lalu. Lantas bagaimana kisah Tajen muncul di Bali? Lalu apa gunanya permainan sabung ayam ini? Simak pembahasan lengkapnya di artikel ini.

Mengenal budaya sabung ayam di Bali

Dalam e-journal berjudul Gede Kamajaya, Tajen, dan Desakralisasi Pura oleh Ida Bagus Gede Eka Diksyiantara dkk. Dijelaskan, permainan sabung ayam atau tajen merupakan budaya Bali yang sudah ada sejak zaman Majapahit. Hal ini tertuang dalam kitab atau panduan Pararaton yang sekarang disebut sastra Babad.


Tajen disebutkan dalam kitab Pararaton dan sudah ada sejak zaman Kerajaan Bali. Namun, buku tersebut tidak menyebutkan apakah tajen juga disertai dengan taruhan pada saat itu.


Kemudian pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong, yaitu pada zaman Gelgel, tajen sering dilakukan di depan pura Goa Lawah dan sudah menjadi tradisi masyarakat pada masa itu. Karena sabung ayam bukan hanya sekedar permainan sabung ayam, namun sudah menjadi ritual keagamaan.


Seiring berjalannya waktu, permainan Tajen berkembang pesat. Bahkan pada masa kemerdekaan sebelum tahun 1980-an, penyelenggara Tajen memanfaatkan kesempatan ini untuk menggalang dana untuk pembangunan desa, sehingga permainan Tajen harus mendapatkan izin dari pihak yang berwenang.

Pentingnya kegiatan Tajen

Istilah Tajen yang dipaparkan Rendi Apriyansah dalam e-journal bertajuk Hukum Adat Perjudian yang Mempengaruhi Kondisi Sosial di Bali, berasal dari kata taji, artinya susuk pada kaki ayam. Dalam bahasa Bali kata taji sendiri berarti sesuatu yang tajam, jadi taji dapat diartikan sebagai sesuatu yang tajam.


Mulai saat ini, ayam betina yang mengikuti sabung ayam harus memiliki taji agar bisa mengalahkan lawannya. Selain itu, tajen tidak hanya sebagai permainan sabung ayam, tetapi juga digunakan sebagai sarana upacara keagamaan.


Dalam budaya Bali, Tajen terbagi menjadi tiga jenis yaitu Tabuh Rah, Tajen Terang dan Tajen Branangan. Agar tidak bingung, simak penjelasan singkatnya di bawah ini:


- Kalahkan Ra

Tabuh Rah adalah sabung ayam yang dilakukan untuk upacara agama Hindu di Bali yaitu Bhuta Yadnya dimana sabung ayam ini digunakan sebagai sarana untuk mengeluarkan darah ayam. Kemudian darah tersebut diberikan kepada Bhuta Kala dalam bentuk sesajen agar tidak lagi mengganggu masyarakat.

Sebagai informasi: Seluruh elemen masyarakat Hindu di Bali terlibat dalam Tabuh Rah. Jadi dalam proses Tabuh Rah tidak ada unsur judi karena merupakan upacara keagamaan maka hanya tiga ekor ayam yang digunakan untuk tajen.

- Heller Tajen

Tajen Terang adalah sabung ayam yang dilakukan untuk kepentingan penggalangan dana dan pembangunan desa di Bali. Berbeda dengan Tabuh Rah yang terikat dengan ritual keagamaan, Tajen Terang sudah memiliki unsur judi.

Namun, praktik perjudian dikesampingkan saat Tajen Terang diperkenalkan untuk menambah dana desa. Selain itu, sabung ayam ini juga telah mendapat persetujuan dari pihak berwenang dan perangkat desa, sehingga tajen tidak dianggap ilegal.

-Tajen Branangan

Tajen Branangan merupakan sabung ayam yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan lokasinya sengaja jauh dari kampung sehingga tidak dapat terpantau oleh aparat. Tajen Branangan memiliki unsur perjudian yang kuat dan tidak mendapat izin dari aparat dan aparat desa.

Meski mirip dengan Tajen Terang, namun ada yang membedakannya dari Tajen Branangan. Selain perizinan, di Tajen Terang nilai taruhan botoh (orang yang berjudi sabung ayam) cukup kecil, hanya ratusan ribu.

Berbeda dengan Botoh yang bermain di Tajen Branangan, nilai taruhannya bisa mencapai jutaan bahkan ratusan juta. Namun seiring berjalannya waktu, karena taruhannya yang tinggi, jarang ditemukan orang yang bermain Tajen Branangan. Kini banyak orang Bali yang beralih ke Tajen Terang karena dianggap lebih aman.

Perbedaan Tajen dan Tabuh Rah

Masih banyak orang yang salah kaprah tentang Tajen dan Tabuh Rah. Sejumlah kalangan menganggap Tabuh Rah termasuk dalam Tajen yang termasuk praktik perjudian.


Dijelaskan dalam buku Politik Kriminal Dalam Mengatasi Tajen (Adu Ayam) di Bali karya I Ketut Mertha, Tabuh Rah adalah upacara ritual Bhuta Yadnya pada masyarakat Hindu Bali dimana darah ayam yang menetes ke tanah merupakan permohonan kemanusiaan Ida yang dilambangkan dengan Sang Hyang Widhi Wasa untuk menghindari stres.


Sedikit informasi kata Tabuh Rah adalah himpunan dua kata yang memiliki arti. Istilah tabuh berasal dari kata tawur yang berarti membayar, sedangkan rah berasal dari kata darah. Jika digabungkan, kedua kata tersebut berarti pembayaran dengan darah, yang dilakukan dengan memercikkan darah di tempat-tempat tertentu, seperti candi.


Parisada Hindu Dharma dan Institut Hindu Dharma mengadakan seminar pada tahun 1976. Keduanya kemudian berhasil merumuskan beberapa kesimpulan dari Tabuh Rah, yaitu sebagai berikut:

Tabuh Rah adalah percikan darah pada hewan kurban yang dilakukan dalam beberapa upacara keagamaan Sumber penggunaan Tabuh Rah dalam Panca Yadnya

Dasar penggunaan Tabuh Rah tercantum dalam Prasasti Sukawan AI 804 Caka, Prasasti Batur Abang 933 Caka dan Prasasti Batuan 944 Caka.

Fungsi Tabuh Rah adalah rangkaian atau rangkaian upacara keagamaan di Yadnya

Tabuh Rah berupa percikan darah hewan kurban

Jenis hewan yang digunakan untuk Tabuh Rah adalah ayam, bebek, kerbau, babi dan lain-lain

Pertumpahan darah dilakukan melalui “perang” (perang satha) Telung Perahatan, dilengkapi dengan sayembara kemiri, telur, kelapa, serta upacara.

Diselenggarakan di tempat dan saat upacara Sang Jayamana berlangsung

Diselenggarakan dengan Warsatha diiringi Toh Dedemping (taruhan pengiring) dimaksudkan sebagai pernyataan atau wujud keikhlasan Sang Jayamana melakukan upacara yadnya dan tidak bermotif judi

Sabung ayam yang tidak memenuhi ketentuan di atas bukan merupakan pihak yang berperang dan bukan merupakan bagian dari upacara yadnya

Pelaksanaan Tabuh Rah tidak memerlukan persetujuan dari pihak yang berwenang.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, tajen mengandung unsur judi. Dalam budaya Bali, tajen terbagi menjadi dua jenis yaitu tajen terang dan tajen branangan. Bedanya, Tajen Terang sudah mendapat persetujuan dari pihak yang berwenang, tapi Tajen Branangan belum.

Nah itulah gambaran tentang Tajen beserta sejarah singkatnya, pentingnya kegiatannya dan perbedaan antara Tajen dan Tabuh Rah. Semoga artikel ini dapat membantu detics untuk belajar tentang budaya Bali khususnya tentang tajen atau sabung ayam.

Post a Comment