Makna Valentine’s Day Menurut Sudut Pandang Hindu Bali - Payana Dewa
Notifikasi

Loading…

Makna Valentine’s Day Menurut Sudut Pandang Hindu Bali



Merayakan Valentine Day selama berpijak pada jatitidiri sebagai orang timur dan sebagai umat beragama yang menjunjung tinggi moralitas adalah bukan hal yang salah. Hindu tidak memandang dari mana Velentine Day berasal tapi lebih kepada nilai yang didapat dari perayaan Valentine Day tersebut. Jika pada prakteknya perayaan valentine day lebih kepada pelampiasan kasih sayang ragawi(nafsu birahi) dengan tegas Hindu menolak perayaan hari kasih sayang tersebut. Hari apapun yang diperingati hendaknya lebih menekankan esensi nilai positif bukan semata-mata kemasan seremoni belaka.

Jika kita telah memahami arti sesungguhnya kasih sayang/cinta kasih tanpa menunggu valentine daypun rasa cinta kasih dapat direalisasikan ke dalam bentuk perbuatan angawe sukanikanang wong len, Love All, Serve All, Help Ever, Hurt Never. Mulai dari mengasihi, menyayangi dan mencintai diri sendiri, orang tua, saudara sampai kepada Bhatara-bhatari dan memuncak kepada Hyang Widhi.

Dalam Weda ada di nyatakan :
Samàno mantraá samitiá samàni samànam manaá saha cittam eûàm, samanam mantram abhi mantarey vah,samanena vo havisa juhomi. Rgveda X.191.3.
Wahai umat manusia! Pikirkanlah bersama. Bermusyawarahlah bersama. Satukanlah hati, dan pikiranmu dengan yang lain.Aku anugrahkan pikiran yang sama, dan fasilitas yang sama pula untuk kerukunan hidupmu
Samànì va àkutiá samànà hådayàni vaá, samànam astu vo mano yathà vaá susahàsati. Rgveda X.191.4.
Wahai umat manusia! Milikilah perhatian yang sama. Tumbuhkan saling pengertian di antara kamu. Dengan demikian engkau dapat mewujudkan kerukunan dan kesatuan

Berdasarkan kutipan Rg Weda di atas sudah sepantasnya kita mempertimbangkan segala sesuatu yang berkaitan dalam kehidupan, baik kehidupan sehari-hari maupun di hari-hari raya serta hari spesial yang mengglobal seperti hari Valentine. Dari berita-berita yang beredar di internet bahwa “Kota-kota besar di Indonesia pada moment Valentine tahun lalu, penjualan kondom malam Valentine Day terdongkrak tajam dibanding hari biasa. Beberapa di antaranya adalah apotek-apotek yang mengaku bahwa sedikitnya 20 kotak kondom berisi 3 buah merek apapun ludes terjual khusus di malam Valentine Day. Dan ada beberapa apotek yang menegaskan bahwa dalam 24 jam sudah menjual sedikitnya 6 kotak kondom berisi 24 merek dan isi 13 kotak yang dibeli oleh pemuda remaja setiap mendekati pertengahan Februari. Umumnya, pembeli adalah pria berusia 20 tahun’.

Dari kutipan berita diatas dapat disimpulkan bahwa hari Valentine dijadikan ajang “SE*S BEBAS’ ,”melakukan seks diluar nikah” hal ini sangat bertentangan dengan ajaran Sanatana Dharma atau lebih dikenal dengan nama Hindu.

S*x bebas dan “kumpul kebo” dalam Agama Hindu dilarang dan termasuk perbuatan adharma atau perbuatan dosa. Dalam Manawa Dharmasastra III.63 disebutkan:
Kuwiwahaih kriya lopair, wedanadhyayanena ca, kulanya kulam tamyanti, brahmanati kramena ca
Dengan berhubungan seks secara rendah diluar cara-cara perkawinan (brahmana wiwaha, prajapati wiwaha dan daiwa wiwaha), Artinya:

Dengan mengabaikan upacara pawiwahan, dengan mengabaikan weda, dengan tingkah laku hina, tidak memperhatikan nasihat Sulinggih maka keluarga-keluarga besar, kaya dan berpengaruh akan hancur berantakan.

Parasara Dharmasastra X.1:
Catur varnamsya sarva trahiyam prokta tu niskrtih, agamyagamate ca iva suddhau candrayanam caret

Aku (Bhagvan,Tuhan) telah menguraikan tentang upacara penebusan dosa bagi keempat golongan sosial; seorang laki-laki setelah menggauli seorang wanita yang dilarang untuknya harus melakukan penebusan dosa candrayanam.

Parasara Dharmasastra X.30:
Jarena janayed garbhe tyakte mrte patau, tam tyajed apare rastre patitam papa karinim.
Wanita yang memperoleh kehamilan dengan kekasih gelapnya (tidak melalui upacara pawiwahan), atau setelah ditinggal suaminya atau selama ketidakhadiran suaminya di negeri jauh, harus diusir ke sebuah kerajaan asing (keluar wilayah).
Selain itu dalam Sarasamuscaya yang menguraikan tentang Trikaya Parisudha, disebutkan salah satu dosa dari Kayika (perbuatan) adalah “Paradara” atau dalam bahasa sekarang “berzina” sebagaimana tertulis dalam pasal 153 :
Paradara na gantavyah sarvavarnesu karhicit, na hidrcamanayusyam yathanyastrinisevanam.
Menggoda, memperkosa, menggauli wanita dengan usaha curang (tidak melalui pawiwahan) jangan dilakukan karena akan menyebabkan dosa dan berumur pendek.
Dalam Lontar Dharma Kauripan disebutkan bahwa anak yang lahir diluar perkawinan adalah anak “dia-diu”, anak yang cuntaka, akan mengalami hidup yang susah. Hubungan seks sebelum pawiwahan dikatakan sebagai dosa yang disebut “kama kaperagan”.

Syarat mutlak yang tak bisa ditawar adalah, seks harus dilakukan dengan cara yang benar, dengan sarana yang suci dan dengan semangat welas-asih yang tinggi. Atau dalam manifesto yang sederhana: Pengalaman spiritual yang suci, dari seks hanya bisa diraih dari hubungan seks yang sah, yaitu hubungan suami-istri. Dalam bahasa ilmiah, pengalaman spiritual itu bisa dianalogikan—tidak disamakan—dengan kepuasan psikologis puncak, kedamaian psikologis yang tinggi, dan keseimbangan jiwa. Hubungan seks secara jahat, atau hubungan seks pra-nikah, atau hubungan selingkuh, apalagi hubungan seks menyimpang, tak akan bisa menghadirkan pengalaman spiritual yang suci dan agung, dan jika dikaitkan dengan konsep keyakinan Hindu, hubungan seks yang tidak sah akan membawa karma negatif bagi jiwa kita.

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan beberapa hal mengenai “Hari Valentine” menurut pandangan Hindu. Secara kontekstual valentine tidak bertentangan dengan Hindu, namun jika kita melihat dari fakta yang ada, bahwa hari valentine dijadikan ajang seks bebas, maka sangat bertentangan dengan ajaran veda. Jika anda tidak suka, syukuri hari tersebut sebagai hari kasih sayang. Jika anda suka, rayakan apa adanya jangan sampai dijadikan ajang seks bebas. 

Pada praktiknya tidak menutup kemungkinan ada saja beberapa pasangan yang memiliki keinginan atau hasrat untuk merayakan valentine dengan seks bebas, ada beberapa saran dan kutipan yang perlu kita semua renungkan sebelum akhirnya terperosok lebih dalam ke arah seks bebas.
Saran buat lelaki : anda sebagai lelaki sudah sepatutnya menghargai dan menghormati perempuan.

Renungkan sloka Manawa dharmasastra dan praktikan;

Dimana perempuan dihormati disana para dewa merasa senang, akan tetapi dimana perempuan tidak dihormati disana tidak ada upacara suci yang berpahala. (MDs, III:56)

Dimana perempuan hidup sedih, keluarga itu akan cepat mengalami kehancuran, sebaliknya, dimana perempuan tidak hidup menderita, keluarga itu akan hidup bahagia. (MDs, III: 57). Pada hari raya memberinya hadiah perhiasan, pakaian, dan makanan.(MDs, II:59)

Saran buat perempuan : wanita yang berhubungan seks diluar nikah maka ia termasuk orang cuntaka (tidak suci), sehingga anda dilarang memasuki tempat-temapt suci, seperti pura. Jika anda melanggar itu tanggung jawab sendiri dihadapan Hukum Karma.
Canakya Niti Sastra XIV.1

Atmaparadha-vrksasya,Phalanyetani dehinam. Darydrya-roga-duhkhani,Bandhanavyasanani ca.

Dari pohon dosa diri sendiri, orang mendapatkan buah berupa kemiskinan, penyakit, kedukaan, ikatan, dan kebiasaan buruk.

Seorang wanita biasanya susah menghadapi dilema cinta, apalagi kekasihnya mengancam bahwa jika tidak melakukan hubungan seks dikatakan bahwa seorang perempuan tidak cinta , tidak sayang, dll. Itu hanya “PEMBENARAN” bukan “KEBENARAN”. Untuk menghadapi dilema seperti itu kita lihat dalam kitab Weda Smerti:
Canakya Niti sastra III.2:

….sambhramah snehamahkhyati

Cinta kasih terlihat dari rasa hormat dan kelembutan.
Jadi lelaki yang mengatakan pembenaran seperti itu hanyalah “Cinta karena Nafsu” bukan “Kasih Sayang”
Agar tidak terjebak oleh apa yang disebut “Cinta Buta dan Cinta Nafsu”, renungkan sloka dibawah ini:

Canakya Nitisastra XIII.6
Yasya sneho bhayam tasya, Sneho duhkhasya bhajanam.

Sneho mulani duhkhani, Tani tyaktva vaset sukham
Dimana ada cinta disana ada ketakutan, cinta adalah tempat bagi kedukaan, dan cinta juga yang merupakan permulaan dari segala kedukaan. Oleh karena itu , tinggalkan segala kecintaan itu dan mantaplah dalam kesukaan.

“Selain seorang ISTRI yang sah semua wanita adalah IBU. Selain seorang SUAMI yang sah semua laki-laki adalah AYAH”
Saringlah kebudayaan luar dengan memperhatikan ajaran Weda, jika ia bertentangan silakan diabaikan jika itu baik silakan kita praktikan. 

Karena tidak semua kebudayaan luar itu membawa dampak positif bagi kehidupan kita.

Jika melihat makna filosofinya Valentine Day, jelas Veda sangat akomodatif. Ini tercermin dalam konsep 'Tat Twam Asi" dan 'Vasudaiva Kutumbakam' dan Wejangan Bhagavan Sri Satya Sai Baba : Love All, Serve All, Help Ever, Hurt Never. 

Pesan inti dari konsep dan wejangan tersebut adalah supaya umat manusia mengembangkan persaudaran dan substansi dari persaudaraan adalah 'kasih sayang'. Hanya caranya tidak harus meniru masyarakat barat. Kebanyakan orang memberi bunga saat Valentine day karena bunga melambangkan bahasa cinta/kasih sayang. Bunga memberi kesan keindahan, keasrian, kesejukan, ketenangan, kedamaian yang kesemuanya merupakan refleksi dari cinta/kasih sayang.

Bukankah sebagai umat hindu kita juga mengungkapkan rasa cinta dan bakti kepada Hyang Widhi dengan mempersembahkan bunga kepada Beliau setiap hari?. Tidak suka bunga. Tidak suka coklat. Jadi bagaimana? Gampang. 

Yang namanya rasa kasih sayang atau cinta kasih dapat direalisasikan ke dalam bentuk perbuatan angawe sukanikanang wong len dan tidak harus menunggu tanggal 14 Februari. Anda bisa membantu anak-anak anda mengerjakan PR sekolah sebagai ungkapan cinta kepada anak-anak anda misalnya. Atau masak makanan kesukaan suami/isteri, anak-anak, orang tua misalnya.

Atau mencabut rambut uban bapak/ibu sebagai ungakapan cinta anda kepada mereka misalnya. Dan masih banyak cara lainnya. Jadi Weda tidak alergi dan tidak anti pada tradisi dari manapun datangnya selama tradisi tersebut mengandung kebenaran universal sekalipun ia secara implisit tidak terdapat dalam Weda. 

Bahasa Weda adalah bukan hanya bahasa suku tertentu. Bahasa Weda adalah bahasa universal. Oleh karena bahasanya universal maka Weda menerima kebenaran universal yang diungkapkan dengan bahasa yang berbeda dari manapun datangnya.
Post a Comment