Notifikasi

Loading…

Sejarah Pura Dasar Buana Gelgel, Klungkung

Om Swastyastu, Pura Dasar Buana terletak di Desa Gelgel, Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung, Propinsi Bali, merupakan salah satu Pura Kahyangan Jagat, sungsungan umat Hindu Bali khususnya dan Indonesia umumnya. Dari dulu hingga kini, mengungkap sejarah keberadaan sebuah Pura, lebih-lebih Pura yang berstatus Kahyangan Jagat (Dang Kahyangan maupun Sad Kahyangan) tidak akan ada kata pasti, artinya siapa yang membangun ?, lalu kapan dibangun ?.

Sejarah Pura Dasar Buana Gelgel, Klungkung
SEKILAS TENTANG “PURA DASAR BUANA" DI GELGEL SEBAGAI KAHYANGAN JAGAT”


Kesulitan dalam menjawab pertanyaan diatas karena beberapa faktor antara lain; pertama; Pura itu terlalu tua usianya, sehingga tidak ada nara sumber yang benar-benar mengetahui seluk beluk pembangunan pura, termasuk terbatasnya sumber-sumber yang mengungkap keberadaan pura tersebut. Kedua; tidak ada satupun tokoh yang mencantumkan dirinya atau ketokohannya telah membangun pura tersebut lengkap dengan hari, tanggal dan tahunnya. Karena tokoh-tokoh dulu lebih banyak berbuat, mepula kerthi ring gumi daripada mengaku-ngaku namun tidak pernah mepulakerthi untuk ngetisin gumi.

Untuk mengungkap sejarah Pura Dasar BUANA, kita mengungkapnya mulai dari dasar, dari nama yakni Dasar dan BUANA. Kata Dasar dalam bahasa bali artinya beten, bongkol, kawit atau wiwitan. Sedangkan kata BUANA artinya gumi (BUANA alit - BUANA agung). Pura Dasar BUANA yang dikenal sekarang, berasal dari pemujaan pra hindu yang semula amat sederhana, berawal dari adanya Batu Medengdeng, bernama Sila Majemuh. Batu yang ada dengan sendirinya tanpa ada yang membawanya ini, sebagai dasar gumi. Dalam Konsep BUANA Agung, Kata Sila artinya batu atau dasar dan dasar artinya beten, bongkol, tatakan, kawit, asal muasal, wiwitan, widhi. Kata Majemuh artinya medengdeng artinya bersinar. Sila Majemuh artinya Batu bersinar inilah lingga artinya linggih yang maha kuasa, lingga linggih widhi. Inilah dasar gumi, dasar BUANA namanya sila majemuh. Dalam konsep Bhuana Alit, kata sila artinya mesila artinya mesolah, mekerthi dan mejemuh artinya mengolah tapa. Mengolah tapa artinya meyoga, mekerthi mangda jagate kertha. Sila majemuh artinya kecepuk sinar widhi saking luur dengan ibu yakni batu sebagai dasar, sebagai tatakannya dan disitu sinar yang maha kuasa turun artinya ayah – ibu ketemu. Memuja Sila majemuh artinya menyatukan diri eling ring kawit, mangda sida mesila-mesolah nangun tapa-nangun kerthi. Konsepnya adalah menyatukan semua dari tatakan yang sama yaitu dasar.

Tatakan semua ini disebut dasar BUANA Inilah cikal bakal Pura Dasar BUANA. Dresta kuno, sebelum ada prathima, yang ada adalah sila majemuh, sebagai lingga sinar yang maha kuasa turun untuk nyujur widhi, untuk nunas dayuh sehingga Pura Dasar BUANA, jeroannya semakin kebawah dan gelung kurinya menghadap ke utara, menghadap Hyang Danu lan Hyang Tolangkir artinya tis, dayuh, dan Sila majemuh menghadap ke selatan, menghadap hyang segara untuk anangluk ikang mrana, nambanin saluiring gering, sasab, mrana, mangda merthane mentik mesari.

Berawal dari Batu bersinar sila majemuh, Empu Gana dan yoga yogi mejemuh, mengolah yoga, mengolah tapa, nangun kerthi, untuk ketentraman jagat. Tujuan beliau melakukan tapa untuk nangun kerthi mangda kertha, untuk ketentraman jagat, jagat alit-jagat agung. Lama kelaman, ketika era Dalem berkuasa di Gelgel, ditatalah tempat ini, dengan membangun Pura lengkap dengan pelinggihnya. Untuk pembangunan phisik pura, beliau memberikan kepercayaan kepada warga Pasek, karena mal, ukuran perundagian dipegang oleh pasek.

Untuk mensukseskan pembangunan ini, memerlukanberbagai senjata, seperti timpas, pahet, dan sebagainya kepada warga pande. Atas jasanya mereka, diijinkan membangun pelinggih Ratu Pasek disisi Kaler dan Ratu Pande disisi Kelod. Kemudian batu bersinar Sila Majemuh ini dibuatkanlah pelinggih permanen dalam bentuk Meru Tumpang Solas sebagai sthana Ida Bhatara Dasar Bhuana. Kemudian di jaba tengah dibangun Bale Agung sebagai tempat sidang, untuk numbuhang saluiring daging gumi, dan sebelah timurnya dibangun Puseh sebagai puseran (debit air) untuk ngamerthanin gumi serta Melanting sebagai linggih Sri Sedana (beras-pipis) sebagai dasar mertha manusia. Disebelah tenggara Pura, dibangun Taman Beji sebagai tempat pesucian Ida Bhatara Dasar BUANA dan juga difungsikan sebagai tempat ngingsah beras pada saat pelaksanaan yadnya-yadnya besar di KahyanganJagat Dasar BUANA.

Setelah Pura selesai dibangun, Beliau (Dalem Gelgel), mengumpulkan semua rakyat, semua warga, untuk menyatukan diri, agar semua warga pada ngelingin kawitnya. Tujuannya untuk eling ring ayah ibu, dasar kita, kawit kita. Penyatuan pengukuhan semua warga ini namanya Pemacekan Agung, bukan saja pemacekan (5 hari setelah Galungan dan 5 hari menjelang Kuningan), namun Kata Pemacekan ini mengandung makna dalam, dari bahasa pacek artinya tekenan, tanda tangan dan agung artinya besar. Pemacekan Agung artinya tanda tangan besar, pengukuhan besar, maksudnya pengukuhan penyatuan semua warga. Berdasarkan hal tersebut, Pura Dasar BUANA berawal dari sila majemuh, kemudian dibangun dan ditata serta dilengkapi beberapa Pengayengan dan pelinggih lainnya, sebagaimana yang kita warisi sampai sekarang, adalah tempat suci umat Hindu, sebagai Kahyangan Jagat. Karena berstatus kahyangan jagat, maka disebut “kahyangan jagat dasar BUANA”, bukan pura kawitan, bukan pura catur warga, karena warga dari berbagai trah itu banyak dan juga bukan pura pemujaan leluhur raja-raja, karena pemujaan leluhur raja sudah ada pedharman.

Sedangkan fungsinya sebagai pura penyatuan semua warga dari tatakan yang sama, dasar yang sama untuk menyatukan diri eling ring kawit, eling mesolah, eling mekerthi, mangda sida mesila-mesolah nangun tapa-nangun kerthi yang diperingati setiap Pemacekan Agung namanya pujawali, kemudian untuk selalu ingat pada Ibu (dewi uma) yang ngamertanin kita, dilaksanakan upacara Ngusabha Nini setiap Purnama Kapat, untuk eling ring Nini Patuk-Kaki Patuk sebagai dewaning uma, Sebagaimana yang kita warisi secara turun termurun.


Demikian sekilas Pura Dasar BUANA sebagai Kahyangan Jagat. Om Santi, Santi, Santi, Om. Suksma.
Post a Comment